Ahok Curiga Ada Yang Bermain Pada Rencana Impor LNG Dari Mozambik, Dia Minta Diaudit
KANALSUMATERA.com - Jakarta - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok curiga atas kebijakam import gas Liquid Natural Gas (LNG) dari Mozambik. Dia mencium kejanggalan dalam kontrak yang diteken pada 13 Februari 2019 lalu. Ada oknum tertentu yang mencari keuntungan dari kontrak tersebut.
"Ada indikasi (dimainkan oleh oknum) makanya kami minta diaudit," ucap Ahok kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/2).
Baca: RAPBN 2025: Optimisme Kebijakan Fiskal dalam Masa Transisi
Ahok sedang menyiapkan surat untuk Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait audit kontrak impor lNG dari Mozambik. Sejauh ini, Ahok masih enggan berkomentar lebih lanjut terkait siapa oknum-oknum yang terindikasi mengambil keuntungan dari impor tersebut
"Tunggu audit investigasi selesai. Tunggu nanti juga ada keterangan resmi," kata Ahok kepada awak media.
Baca: Pasca Moratorium Gubernur Kepri Diingatkan Agar Berhati-hati Berikan Izin Kepada Mafia Tambang
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyebut Pertamina memang mempunyai kesepakatan kontrak impor gas alam cair LNG dengan Anadarko Petroleum Corporation dari Republik Mozambik. Kontrak diteken pada 2019 lalu. Nicke menjelaskan kontrak ini sebenarnya mulai dinegosiasikan oleh Pertamina dan Anadarko Petroleum Corporation pada 2013 lalu.
Negosiasi ini membahas mengenai potensi suplai LNG dari Mozambik. Kedua perusahaan menandatangani Head of Agreement (HoA) pada 8 Agustus 2014. Jumlah volume pembelian ditetapkan sebanyak 1 million ton per annun (MTPA) dalam jangka waktu 20 tahun.
Akibat adanya perubahan trend pasar, maka dilakukan renegosiasi pada 2017 dengan adendum perjanjian jual beli (SPA). Dalam komitmennya, Pertamina akan membeli LNG dari Mozambique LNG1 Company Pte Ltd yang merupakan entitas penjual gas produksi anak usaha Anadarko, Mozambique Area 1.
"Secara garis besar kontrak 1 juta ton per tahun itu setara 17 kargo selama 20 tahun. Ini mulai dikirim 2025," ucap Nicke dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Selasa (9/2/2021).