Faisal Basri Ingatkan Pemerintah soal Utang dari Surat Berharga
KANALSUMATERA.com - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF, Faisal Basri menilai, dalam hal pembiayaan dan pendanaan program-programnya, saat ini pemerintah terlihat semakin bergantung pada utang dari penerbitan surat berharga negara atau SBN.
Faisal menjelaskan, meningkatnya proporsi utang melalui SBN ini tentunya memiliki risiko. Karena, pola utangnya pun berbeda dengan utang bilateral atau multilateral, yang penyelesaian masalah pembayaran cicilan dan bunga utangnya masih bisa dikonsolidasikan melalui forum tertentu guna membahasnya.
"Karena, kalau kita sulit bayar utang SBN, kita akan dihukum pasar dengan cara surat utang itu dijual secara besar-besaran," kata Faisal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 26 Maret 2019.
Faisal menjelaskan, target porsi penerbitan SBN rupiah yang digagas Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan tahun ini, mencapai sebesar 83-86 persen. Sedangkan porsi penerbitan SBN valas, hanya 14-17 persen.
Oleh karenanya, lanjut Faisal, tugas DJPPR dan Kementerian Keuangan untuk mengelola utang, merupakan pekerjaan berat mengingat struktur utang pemerintah saat ini makin bervariasi. Sehingga, hal itu juga ikut menambah potensi risiko.
"Faktor yang mereka (DJPPR) kelola hampir semuanya bersifat eksogen. Tugas mereka ialah menerima dan mencari cara paling efektif untuk mengurangi turbulensi," ujarnya.
Diketahui, porsi kepemilikan SBN rupiah saat ini sebagian besar dimiliki oleh para investor asing, yakni sebesar 38,55 persen per 22 Maret lalu. Dominasi kepemilikan asing pada SBN rupiah tersebut, dinilai sejumlah pihak dapat menjadi menjadi risiko yang cukup besar untuk ditanggulangi oleh pemerintah.
Padahal, porsi kepemilikan asing di SBN China dan India, tercatat hanya sekitar empat persen. Sementara itu, Thailand hanya 15,7 persen, Brasil 16 persen, Turki 18 persen, dan Malaysia 24,6 persen.
Besarnya persentase SBN Indonesia yang mencapai 38,55 persen itu, dinilai sangat rentan, apabila para pihak asing itu menjual semua SBN tersebut, jika suatu waktu terjadi gejolak dan dinamika pada perekonomian global. Kso