Pengusaha Sesalkan Putusan Eropa Hapus Sawit untuk Biofuel
Pengusaha sawit mengaku prihatin atas putusan Komisi Uni Eropa yang menyebut bahwa kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan. Akibatnya, penggunaan bahan kelapa sawit untuk bahan bakar kendaraan bermotor harus dihapus.
"Tentunya kami prihatin dengan keputusan Uni Eropa yang akan menghentikan penggunaan sawit untuk bio energi," kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono kepada CNNIndonesia.com, Jumat (15/3).
Ia menilai Uni Eropa abai terhadap peran industri kelapa sawit bagi Indonesia, bahwa industri ini berperan dalam pengentasan kemiskinan dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Data Gapki menyebut volume ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya sepanjang tahun 2018 mencapai 32,02 juta ton. Jumlah ini naik tipis 3,1 persen dari ekspor 2017 sebesar 31,05 juta ton. Pasar ekspor terbesar CPO Indonesia adalah India sebesar 6,7 juta ton. Sedangkan Uni Eropa menempati posisi kedua sebesar 4,7 juta ton.
Dengan demikian, penghapusan bahan kelapa sawit untuk bahan bakar kendaraan bermotor akan memberikan dampak signifikan bagi pasar sawit Indonesia.
Senada, Wakil Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino mengaku heran atas putusan Uni Eropa. Meskipun, ia sendiri belum mengetahui putusan tersebut.
"Saya tidak mengerti kenapa sampai muncul rencana untuk hapus biodisel sebagai bahan baku biofuel. Karena kita tahu bahwa biofuel sangat bagus, apalagi dari sawit," imbuh Rino.
Ia berujar seharusnya Uni Eropa lebih bijak dalam memutuskan penghapusan bahan kelapa sawit untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Sebab, puluhan juta masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari industri ini.
Rino juga sepakat dengan Mukti bahwa industri kelapa sawit di Indonesia berperan untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.
"Mereka hanya sekadar melindungi komoditasnya karena mungkin mempuyai minyak nabati lain. Tetapi seharusnya juga melihat secara proporsional dari dampaknya. Berapa banyak petani yang yang bergantung dari CPO," jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Uni Eropa telah menerbitkan kriteria untuk menentukan komoditas yang mengakibatkan kerusakan hutan dan lingkungan. Upaya ini dilakukan sebagai bagian dari undang-undang baru Uni Eropa untuk meningkatkan energi terbarukan menjadi 32 persen pada 2030 mendatang.
Komisi Uni Eropa berkesimpulan bahwa 45 persen dari ekspansi produksi minyak sawit sejak 2008 silam telah mengakibatkan kerusakan hutan, lahan basah atau gambut, dan pelepasan gas rumah kaca yang dihasilkan. oleh sebab itu, mereka menilai bahwa penggunaan bahan kelapa sawit untuk bahan bakar kendaraan bermotor harus dihapus. Kso